Sejak abad ke-17 sudah terdapat produksi parang di Belitung. Hal itu diungkap oleh Dosen Sejarah Kolonial Universitas Amsterdam W.S. Stapel dalam buku Aanvullende Gegevens Geschiedenis Billiton, 1938. "Pada permulaan abad ke-17 sudah ada hubungan dagang antara Pulau Belitung dengan beberapa tempat yang diduduki oleh Belanda, terutama dengan Batavia. Hasil ekspor yang utama dari Pulau Belitung yakni besi, dan perkakas dari besi, dan juga adakalanya damar dan beras," kata Stapel dalam bukunya. Untuk memperkuat pernyataan itu, Stapel melampirkan sejumlah kutipan yang diambil dari buku register harian dari Batavia. Di antaranya disebutkan hubungan dagang antara Batavia dan Belitung dari 1640-1665.
Dalam kurun waktu tersebut, Belitung atau Belitong tercatat pernah mengirimkan sebuah tongkang bersama 21 awak dengan membawa 10.000 muatan yang berisi kapak dan parang. Selanjutnya Mei 1661 dikirim lagi 10.000 buah kapak dan 50 pikul damar, Mei 1665 dikirim 1900 pahat dan 100 buah parang, 5 pikul damar, dan 60 tikar. Pada November 1665, seorang penduduk Belitung membawa 2000 buah kapal ke Batavia.
Setidaknya lebih dari tujuh bengkel yang masih memproduksi Parang Badau di Desa Badau, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung. Namun, keberadaan mereka menjadi 'benang merah' sejarah pengerjaan logam di Belitung ratusan tahun silam.
http://gpswisataindonesia.blogspot.co.id/2015/01/senjata-tradisional-bangka-belitung.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar